Mengapresiasi, Membahagiakan, Meningkatkan Produktivitas

Pernahkah kita memberi apresiasi kepada sahabat, teman, keluarga atau orang orang di sekitar kita?

atau kita jarang sekali memberikan penghargaan kepada orang lain?

Apresiasi, terdengar sederhana namun efeknya luar biasa yang sangat jarang kita lakukan bahkan kita lebih sering melakukan antonimnya (depresiasi) kepada orang lain. Saat berkomunikasi tak jarang kita mendengarkan cerita atau bahkan sekedar berdiskusi dari orang lain. Saat mengobrol, tak jarang kita memberikan penilaian atas sesuatu, baik pada teman mengobrol atau diluar lingkaran tersebut. Ketika kita mendengar cerita tersebut, tak jarang kita mulai menganggap dan berujar,

ah, biasa aja…

Itu saya juga bisa…

Hal mudah kayak gini kok…

bagusan tahun lalu dibanding yang sekarang…

seharusnya ini itu begini, bukan begitu…

dan kalimat kalimat semacam dengan itu.

Hampir setiap hari kita mendengar kalimat seperti itu atau bahkan kita sendiri yang berkata sesuai kalimat tersebut pada orang lain.

 

Kertas putih dan Noda Hitam kecil

Jika ada kertas putih, dan di tengah-tengahnya terdapat satu titik kecil noda hitam, mana yang lebih diperhatikan, pastilah titik noda hitam kecil. Padahal jika dibandingkan dengan luasnya bagian putih yang tak tersentuh noda, seberapa besar noda hitam tersebut?

Nah seperti itulah kita dalam memandang sesuatu, kita cenderung melihat kesalahan dibanding hal-hal positif, padahal jumlah bagian yang positif lebih banyak dari yang negatif.

Mari sejenak kita perhatikan penjumlahan bilangan berikut


1 + 2 = 3

3 + 2 = 5

6 + 4 = 10

7 + 2 = 9

3 + 5 = 8

4 + 6 = 10

5 + 1 = 6

7 + 2 =9

5 + 4 = 9

3 +6 = 8


Pada penjumlahan bilangan bilangan diatas, kita pasti dengan mudah dapat menemukan penjumlahan yang salah. Dari sepuluh penjumlahan, Sembilan benar dan satu salah dan tentu kita akan berfokus di satu penjumlahan yang salah bukan?

Kita akan menjawab, satu soal salah, namun bukan sembilan soal benar

kenapa kita tidak berfokus pada 9 penjumlahan yang benar? bukankah yang salah hanya satu soal saja?

 

Mari menghargai mulai dari hal yang sederhana

Dosen pembimbing saya, Prof. Mulyadi Bur merupakan salah satu dosen yang terkenal dengan ke”killer”an nya di kampus. Bagi Saya pribadi Ia bukanlah orang yang pemarah, ataupun killer, yang Saya tahu Ia tegas akan prinsip yang Ia yakini. Jika dibilang pemarah, selama saya menjadi asistennya, Saya hampir tidak pernah menemukan Ia sedang marah.

Satu hal yang menarik dan sesuai dengan tulisan yang Saya buat ini adalah bagaimana cara Ia menghargai mahasiswa yang jujur.

Ujian-ujian untuk mata kuliah yang Ia ampu, termasuk mata kuliah yang mengerikan bagi mahasiswa seperti statika struktur, dinamika partikel, mekanika kekuatan material, getaran mekanik, finite element dan dinamika struktur.

Saat ujian, Ia selalu memberikan warning bagi seluruh mahasiswa.

Bagi yang mencontek, diberi hukuman gagal mata kuliah yang di ujiankan tersebut tahun ini, dan juga secara otomatis gagal tahun depan.

Saat pertama kali mendengar hal tersebut, Saya tidak terlalu berpikir panjang alasan hukuman nya harus seperti itu.

Lalu seperti biasa, saat selesai mengawas ujian, kami para asisten selalu ditraktir Nasi Padang dan juga sekaligus sesi “penggalian insight”.

Saat itu, Prof. Mulyadi Bur menyampaikan alasan kenapa pencontek harus digagalkan dua kali, alasan nya ternyata menarik.

“Untuk menghargai mahasiswa yang tidak mampu menyelesaikan soal namun jujur saat ujian”

Bagi mahasiswa yang tidak mampu menyelesaikan soal, tentu kemungkinan Ia akan gagal saat ujian karena nilai rendah yang mereka dapatkan, dan untuk menghargai kejujuran mereka Prof. Mulyadi Bur memberikan penghargaan boleh mengulang di tahun depan.

Sementara bagi yang mencontek diberi hukuman gagal tahun ini dan juga tahun depan.

 

Memberi apresiasi berarti mendorong bukan membuat orang cepat berpuas diri.

Anda pasti sudah pernah melihat video berikut

Seorang anak yang gagal melompat berkali-kali, namun setiap kali Ia gagal melompat, maka tiap kali itu juga teman-temannya menyemangatinya. Namun jika kita memperhatikan dan mendengar lebih jeli, di bagian kursi penonton duduk para orang tua, dan setiap kali anak tersebut gagal melompat, para orang tua terdengar tertawa kecil, kita tahu mengapa mereka tertawa padahal tidak ada yang lucu. Kita para orang dewasa selalu menilai dari apa yang kita pahami, namun berbeda dengan anak-anak, mereka menilai dari apa yang orang lain pahami.

Dan di akhir video, apresiasi berbuah manis, si anak tersebut berhasil melompati tantangan tersebut.

Ada yang pernah menonton video Christopher Maloney? Seorang penyanyi bersuara indah yang mulai meniti karir profesionalnya di umur 35 tahun. Ia memulai karirnya di sebuah ajang pencarian bakat.

Saat Ia naik ke atas panggung, suara nya terbata, badannya bergetar hebat, dia nervous diatas panggung. Penonton pun mulai pesimis akan kemampuan bernyanyinya.

Namun saat Ia bernyanyi, suaranya mampu membuat seisi ruangan terdiam, suaranya indah. Nyanyiannya pun diberi standing applause oleh semua penonton termasuk juri.

Setelah Ia selesai bernyanyi, juri pun bertanya, kenapa Ia baru mulai menyanyi sekarang, dan jawabannya sangat mengejutkan.

Ia menjawab bahwa orang lain menganggap suaranya jelek, raut wajah juri pun berubah, dan bertanya siapa yang mengatakan bahwa suaranya jelek.

Tentu dibalik orang hebat selalu ada orang yang mendorong dibelakannya, juri pun bertanya kembali, siapa orang yang paling berjasa untuk dirinya, Ia memanggil neneknya, neneknyalah yang selalu memuji suaranya, yang selalu mengatakan bahwa suaranya sangat bagus. Dan itulah dampak dari apresiasi; mendorong orang lain lebih maju, dan begitu juga dampak depresiasi; melemahkan orang lain.

Apresiasi haruslah dibudayakan, harus menjadi kebiasaan kita merespon orang lain.  Jadilah pembangun bukan peruntuh. Saat anda mengapresiasi orang lain, maka orang lain pun akan mengapresiasi anda, dan siklus inipun akan terus berputar, maka lingkungan pun akan menjadi lebih positif.

 

Lalu, bagaimana cara memberi masukan tanpa melemahkan orang lain?

Kadang kita berpikir, bagaimana memberi masukan tanpa mendepresiasi orang lain. Yang perlu diketahui adalah, depresiasi sangat berbeda dengan masukan. Masukan adalah efek setelah apresiasi bukan pada depresiasi. Masukan adalah dorongan atau evaluasi yang kita berikan pada kelebihan orang lain, bukan pada kelemahan.

Masukan berisi komentar yang konstruktif dan aplikatif, sementara lawannya lebih bersifat ujaran komentar yang tidak aplikatif dan konstruktif.

 

Modal dasar seorang pemimpin

Penghargaan pada tim merupakan bahan bakar seorang pemimpin. Tanpa kalimat-kalimat penghargaan maka tim tak akan mau bergerak bahkan satu persatu anggota tim akan meninggalkan si pimpinan perlahan lahan.

Namun berbeda dengan apresiasi. Apresiasi akan memacu tim untuk lebih semangat bekerja dan mencapai target.

Jika Anda digaji sebesar Rp. 20.000.000 per bulan namun selalu di cela, hasil kerja tidak dihargai, Saya yakin dua atau tiga bulan Anda akan segera keluar dari perusahaan tersebut sekalipun mereka menawarkan gaji yang lebih tinggi untuk Anda.

Setiap orang butuh kebahagiaan, dan ketika seseorang dihargai, Ia akan bahagia.

Memberikan penghargaan kepada orang lain berarti sama memberikan kebahagiaan.

Ketika seorang pemimpin mengapresiasi bawahannya, maka bawahannya akan merasa dianggap ada dan berkontribusi pada tim. Tentu jika seperti itu, produktivitas bawahan pun akan semakin meningkat.

Memberi tanggapan negatif atas hasil karya orang lain, berarti melemahkan orang lain, jika hal itu terjadi pada seorang leader, berarti Ia menghancurkan timnya sendiri.

Memberi apresiasi, berarti mengakui hasil karya orang lain, menyatakan bahwa Ia berkontribusi. Dan memberi apresiasi, memberi kebahagian untuk orang lain.

 

Salam

Rahim Isnan Al Hilman

 

Self Leadership

Hampir setiap orang di muka bumi ini bercita cita menjadi seorang pemimpin. Untuk mencapainya, mereka melatih dan menempa diri di bidang yang mereka geluti, ada yang sekarang masih berstatus karyawan bermimpi menjadi pemimpin perusahaan, ada yang masih sebagai anggota organisasi bercita-cita menjadi pemimpin organisasi, ada yang juga melatih diri menjadi pemimpin negara dan ada juga yang mempersiapkan diri menjadi pemimpin rumah tangga.

Namun, Dalam perjalanannya, banyak yang gagal menjadi pemimpin atau hanya sekedar menjadi pimpinan. Gagal menjadi pemimpin; gagal memengaruhi lingkungan untuk bersama-sama mencapai visi sementara sekedar menjadi pimpinan hanya menempati posisi level atas tanpa ada rasa hormat dan kerja sama dari level bawah.

Dan hal ini terjadi karena pondasi kepemimpinan yang tidak diasah dengan baik.

Lalu, Apa pondasi kepemimpinan? Untuk lebih mudah memahaminya, Saya akan memaparkan dalam dua contoh analogi sederhana.

Analogi 1

Ketika berpergian menggunakan pesawat udara, sesaat sebelum pesawat take off, awak pesawat akan memberitahukan take off announcement yang berisi prosedur keselamatan selama berada dalam pesawat. Salah satu pemberitahuan yang diumumkan awak pesawat adalah penggunaan oxygen mask seperti berikut

Apabila tekanan di kabin berkurang secara tiba-tiba, masker oksigen akan keluar dari panel di atas Anda sehingga terjangkau. Tarik masker ke arah Anda, pasang menutupi mulut dan hidung, kaitkan karetnya di kepala dan bernapaslah seperti biasa, penumpang yang membawa anak, harus memakai masker oksigen terlebih dahulu baru menolong anaknya

Sebelum membantu orang lain memasangkan masker oksigen, kita harus memakai masker oksigen terlebih dahulu, sama seperti kepemimpinan, kita harus memimpin diri sendiri terlebih dahulu maka barulah memimpin orang lain.

Analogi 2

Ketika Saya masih kecil, Ayah Saya beternak berbagai macam binatang ternak, Salah satunya adalah ayam. Ayah Saya beternak Ayam dari mulai penetasan telur hingga penjualan ayam serta telurnya kembali. Untuk memudahkan penetasan telur ayam, Ayah Saya membuat mesin tetas telur, Mesin ini terdiri dari beberapa lampu bohlam untuk memanaskan telur serta sensor temperatur untuk mengatur perubahan suhu udara di dalam mesin tetas telur.

Hal yang paling menarik dari penetasan telur ini adalah saat telur ayam akan mulai menetas. Ketika akan menetas, anak ayam yang masih berada di dalam cangkang telur akan mematok-matok kulit telur dari dalam cangkang dengan paruhnya, hingga telur pecah dan anak ayam bisa keluar dari cangkang telur.

Dari semua telur Ayam, ada beberapa anak ayam yang kesusahan memecahkan telurnya, Lalu Saya mencoba membantu memecahkan telurnya, Dan saat itu, Ayah Saya memberi nasehat,

Jika kita membantu anak ayam memecahkan cangkang telurnya, maka kemungkinan anak ayam tersebut akan lahir cacat, anak ayam harus berusaha sendiri memecahkan telurnya.

Anak Ayam harus memecahkan cangkang telurnya sendiri dengan usaha sendiri, jika dibantu maka bukan malah memperkuatnya namun akan memperlemah fisiknya.

Dari dua analogi diatas, dapat diketahui bahwa pondasi kepemimpinan adalah memimpin diri sendiri.

Memimpin diri sendiri atau self leadership bermakna proses memengaruhi diri sendiri untuk mencapai target. Self Leadership disebut sebagai pondasi kepemimpinan karena Ia merupakan tahap awal kepemimpinan sebelum memimpin orang lain. Dan ini wajib untuk dilalui untuk menjadi seorang pemimpin besar, karena jangan berharap memimpin orang lain sebelum dapat memimpin diri sendiri.

Self Leadership merupakan kepemimpinan dari dalam diri menuju keluar pribadi, Ia dipengaruhi dari dalam diri bukan datang dari luar. Tidak ada cara lain selain memperkuat kemauan diri sendiri untuk memengaruhi diri sendiri.

Terdapat tiga prinsip dasar memimpin diri pribadi yaitu

  1. Integritas

Dalam memengaruhi diri sendiri harus selaras antara pikiran, perkataan dan tindakan. Jika tidak selaras maka diri sendiri tidak akan dapat dipengaruhi. Sebagai contoh sederhana, Saat bangun tidur di pagi hari terasa sangat berat, di kondisi tersebut kita harus bisa menguasai diri sendiri dan mengendalikannya, kemauan untuk bangun harus bisa memengaruhi tindakan untuk melakukannya, jika kemalasan lebih tinggi, maka tentu kita tak akan berpindah dari kasur.

  1. Tanggung Jawab

Tanggung jawab sering di definisikan sebagai pengakuan atas kesalahan namun hal tersebut tidak sepenuhnya salah juga tidak sepenuhnya benar, menurut Saya pribadi definisi yang pas adalah kesadaran atas tindakan. Untuk dapat memimpin diri sendiri, kita harus menyadari sepenuhnya tindakan yang kita lakukan terlepas tindakan tersebut benar atau salah. Apapun tindakannya harus disadari dengan sepenuh hati apapun konsekuensinya. Hal ini merupakan kelanjutan dari integritas, setelah menyelaraskan tindakan dengan kemauan maka kita harus menyadari efek dari tindakan yang dipengaruhi kemauan tersebut.

  1. Visioner

Definisi dari self leadership adalah memengaruhi diri sendiri untuk mencapai target, maka prinsip self leadership yang ketiga adalah visioner, tanpa sifat visioner kita tidak akan mampu memimpin diri sendiri, karena kita tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Dengan adanya target dan tujuan akan menuntun kita dalam menentukan tindakan-tindakan yang dilakukan.

Target yang akan dicapai haruslah terukur, karena jika tidak terukur maka itu hanyalah khayalan.

Dan keterukuran adalah hal yang membedakan impian dengan khayalan.

Setelah mengetahui prinsip memimpin diri sendiri maka selanjutnya cara sukses memimpin diri sendiri yaitu

  1. Self Awareness

Mengenali diri sendiri adalah tahap awal memimpin diri sendiri, memastikan apa yang menjadi kelebihan, kekurangan, apa yang membuat kita semangat dalam melakukan sesuatu, dan apa yang membuat kita tidak semangat dalam melakukan sesuatu. Mengenali diri sendiri tidak ada batasannya, semakin baik dan semakin detil mengenali diri sendiri maka akan semakin mudah kita melalui tahapan selanjutnya.

  1. Self Confidence

Percaya pada diri sendiri merupakan tahapan selanjutnya setelah mengenali diri sendiri. Self awareness menghasilkan kompetensi atau sesuatu yang kita kuasai sementara self confidence mengembangkan kompetensi.

Percaya diri bersifat kontekstual dan temporal. Kontekstual bermakna hanya pada bidang tertentu, seseorang yang pandai dalam berpidato namun belum pernah menari, akan percaya diri berpidato di depan umum namun akan gemetaran saat menari. Saat Ia berpidato di depan anak-anak SMA, Ia seperti singa podium, namun jika ditingkatkan level audiensnya menjadi para direktur perusahaan papan atas Indonesia, nyalinya pun pasti akan menciut.

Hal itulah yang disebut dengan percaya diri, Rasa percaya diri tidak selalu konstan namun naik turun seiring berjalannya waktu, semakin Ia diasah semakin tinggi rasa percaya diri.

  1. Self Efficacy

Self efficacy dapat juga disamakan dengan self esteem atau belief, keyakinan atas diri sendiri yang kita pegang atau lebih sederhananya bagaimana kita melihat diri sendiri. Dan dari banyak kasus, hal inilah yang paling sering terjadi di masyarakat dengan kata-kata yang paling sering keluar adalah “Saya kan Cuma orang miskin, mana bisa Saya menjadi orang kaya” dan berbagai macam kata-kata menyerupainya atau bisa juga didefinisikan sebagai rasa minder (untuk negatif).

Self efficacy biasanya dikaitkan dengan fisik, status ekonomi, serta hal lainnya yang menempel pada diri seseorang yang menjadi mindset bagi Ia dalam memandang diri sendiri.

Salah satu contoh figur yang sukses memimpin diri sendiri adalah tokoh proklamator Indonesia yaitu Muhammad Hatta. Bung Hatta dikenal sebagai tokoh yang sangat berintegritas, yang selaras antara ucapan, pikiran dan tindakannya.

Kemauannya untuk membaktikan diri pada negara mengalahkan keinginannya untuk membeli sepatu bally, bahkan sampai akhir hayatnya pun sepatu Bally tetap tak bisa Ia miliki. Kemauan Bung Hatta untuk mengutamakan kesejahteraan rakyat dibanding diri sendiri memengaruhi dirinya sendiri untuk tidak menggunakan uang negara untuk kepentingannya sendiri, dan Ia menyadari konsekuensi dari mencintai rakyat adalah Ia tidak bisa membeli sepatu bally.

Bung Hatta juga sudah mengenali dirinya sendiri sedetil mungkin. Bung Hatta mempunyai kelebihan analisa pemikiran, maka hingga hari ini kita masih menemukan berbagai macam karya pemikiran bung hatta dalam bentuk buku. Rasa percaya diri dan rasa kebanggan atas diri sendiri menguatkan dirinya dalam memerdekakan bangsa Indonesia di konferensi internasional di usianya yang masih muda. Walaupun berasal dari negara yang bahkan tak dikenal di zaman itu, namun Ia masih kuat berdiri mengemukakan ide kemerdekaan Indonesia di lingkaran internasional.

Hingga hari ini, Bung Hatta masih menjadi contoh teladan Negeri ini dengan kemampuannya memimpin diri sendiri.

Prinsip dan cara sukses memimpin diri sendiri tak akan mampu dilaksanakan jika tidak dimulai melatihnya dari sekarang, jika Saat ini Anda sudah menajdi pimpinan maka belumlah terlambat untuk memulainya. Jika Anda tidak dapat memimpin diri sendiri, maka orang lainlah yang akan memimpin Anda.

 

Benarkah, Untuk Meningkatkan Frekuensi Pembelian Dengan Merancang Suku Cadang Yang Mudah Rusak, Ini Faktanya

Saat produk telah terjual di pasaran, tentu dalam perjalanan proses operasinya akan mengalami kerusakan, ketika produk rusak, customer akan mengganti bagian yang rusak dari produk dengan yang baru sehingga produk dapat beroperasi kembali. Disinilah perusahaan dapat mengembangkan bisnis baru yaitu bisnis suku cadang.

Suku cadang merupakan salah satu komoditi yang berperan penting untuk menambah income perusahaan bahkan banyak perusahaan yang mengandalkan bisnis suku cadang dibandingkan produk utama atau core business mereka sendiri. Hingga hari ini, banyak sekali perusahaan yang giat mengembangkan bisnis suku cadang; gerai service center dimana mana serta produksi suku cadang secara massal.

Bisnis suku cadang pun laris manis dari waktu ke waktu, hingga di internal perusahaan, muncul stigma;

Lebih baik merancang suku cadang yang lifetime-nya rendah alias cepat rusak supaya customer rutin memesan suku cadang.

Sebelum meng-iya atau menidakkan stigma tersebut, salah satu pertanyaan yang perlu di jawab oleh perusahaan adalah

Jika Anda (Perusahaan) berada pada posisi customer, maukah Anda membeli suku cadang tersebut?

Saya yakin, tidak ada satupun orang atau perusahaan yang mau membeli produk suku cadang yang cepat rusak.

Dengan pertanyaan sederhana diatas saja sudah mampu menjawab bahwa stigma merancang suku cadang yang lifetime-nya rendah adalah salah.

Sebelum masuk ke suku cadang, perlu diketahui diagram product life cycle untuk memahami siklus hidup suatu produk.

Sumber Gambar : geileon.com/wp-content/uploads/2015/06/cycle_graph.jpg

Grafik diatas menjelaskan siklus hidup suatu produk sejak awal penjualan sampai dengan ditariknya produk dari pasaran, ciri khas dari masing masing fase tersebut sebagai berikut

  • fase pengenalan (introduction)
  • fase bertumbuh (growth)
  • fase matang (maturity)
  • fase Penurunan (decline)

Pada grafik tersebut, penjualan suku cadang berada setelah grafik maturity, ketika produk sudah digunakan masyarakat.

Jadi penjualan suku cadang bukan bergantung kepada frekuensi kerusakan tetapi pada pemakaian produk utama di masyarakat, selama produk utama masih digunakan maka selama itu pula bisnis suku cadang akan terus berjalan. Hal ini sesuai dengan definisi suku cadang menurut Thomas A. Gannon (1987: 88) dalam Philip Kotler (2002: 509) yang mengatakan

A service parts is that component or subassembly that may be needed  at some time to keep the appliance or device operable for the user. The component or assembly will be required to satisfy the original warranty repair the appliance or device beyond the basic warranty period, and be available at all the times to insure and protect the good will of purchases to the and that be will maintains his brand loyalty.

Terjemahan:

Suku Cadang adalah komponen atau subassembly yang diperlukan pada suatu waktu untuk menjaga agar alat atau perangkat tetap beroperasi. Komponen atau rakitan dibutuhkan untuk memenuhi garansi asli perbaikan alat atau perangkat di luar masa garansi dasar, dan tersedia setiap saat untuk memastikan dan melindungi tujuan pembelian produk untuk mempertahankan merek.

Sesuai pendapat diatas, fungsi utama suku cadang adalah untuk memperlama masa pakai produk, jika suku cadang mudah rusak maka tidak lagi sesuai dengan definisi fungsi utama suku cadang.

Di sisi lain, merancang suku cadang yang lifetimenya rendah, bukan malah meningkatkan pembelian tetapi akan menurunkan trust customer terhadap perusahaan, yang berefek pada turunnya brand awareness customer dan tentu ini akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan.

Lalu, bagaimana cara meningkatkan penjualan suku cadang?

Sesuai statement di atas, penjualan suku cadang akan meningkat setelah produk terjual di pasaran, maka untuk mengembangkan bisnis suku cadang akan berkorelasi dengan peningkatan penjualan produk utama.

Suatu produk akan laku dipasaran jika sesuai dengang kebutuhan masyarakat dan telah menjadi sunnatullahn-ya, kebutuhan masyarakat akan selalu meningkat terus menerus.

Sebagai contoh, mobil dari yang dahulunya berbentuk kotak kotak hingga sekarang berbentuk lebih halus. Hal itu terjadi karena bentuk mobil yang halus dibutuhkan masyarakat. Dan hari ini kita bisa lihat, hampir tak ada lagi produsen mobil yang memproduksi mobil kotak kotak.

Hal ini mewajibkan perusahaan untuk terus mengembangkan produknya, jika tidak maka akan ketinggalan jaman,  dan membuat customer beralih ke produsen lain.

 

Penulis

Rahim Isnan Al Hilman

Visioner Hadapi Era Disruptive

Materi ini ditujukan untuk peserta training PGN Innovation Camp 2017

Hotel Dominic, Purwokerto

1 Agustus 2017IMG_8282

 

Tahun 2017 adalah pintu masuk menuju dunia baru, dunia dimana akan banyak sekali gangguan-gangguan yang datang ke setiap usaha bisnis termasuk juga individu/ personal. Para ahli menyebut era penuh gangguan ini dengan era disruptive. Banyak pula yang menyebut era ini era penuh dengan VUCA (volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity). Namun satu hal yang pasti, era ini adalah era yang penuh tantangan akan ketidakpastian serta gangguan gangguan.

Walaupun 2017 masih merupakan pintu gerbang era disruptive, tetapi telah banyak contohnya, yang paling anyar adalah kekalahan nokia dalam pertarungan dunia mobile sellular, dimana sang CEO berkata sambil menitikkan air mata “we didn’t do anything wrong, but somehow, we lost”. Nokia yang pada tahun 2007 menjadi handphone top dunia dimana produk produknya selalu laris di pasaran dengan keunggulan hardware serta OS Symbian, Namun gempuran dari pelaku usaha smartphone seperti iphone, samsung, dll membabat habis nokia hingga tandas.

Tidak hanya di luar negeri, di dalam negeri memanas persaingan antara penyedia transportasi konvensional dengan transportasi online, akibat persainan panas tersebut sering terjadi tawuran dimana-mana yang berujung pada korban jiwa. Memang, jika berurusan dengan perut masing-masing maka logika pun ditinggalkan.

Selain jatuhnya beberapa bisnis, banyak juga tunas bisnis baru bermunculan, sebut saja kitabisa.com penyedia jasa crowdfunding terbesar di Indonesia, FLIP yang memotong biaya transfer uang antar bank, ravelware pelopor Internet of Things di Indonesia serta visio incubator, katalisator start up online yang sedang naik daun di Indonesia.

Era disruptive memang memberi dampak pada semua usaha bisnis, memacu industri untuk maju dan juga menghancurkan usaha bisnis yang tak berinovasi.

Dampak era disruptive tidak hanya pada skala korporat, beberapa profesi pun juga terkena dampak disruptive, tukang loper koran yang makin kehilangan pelanggan akibat isu lingkungan penggunaan kertas serta kemudahan berita melalui layar smartphone, kemajuan teknologi kesehatan yang secara tidak langsung mengharuskan dokter-dokter mengupgrade ilmu mereka, tukang ojek konvensional yang makin terpinggirkan ditengah gempurang hebat ojek-ojek online dan sederet perubahan perubahan lainnya.

Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap manusia hari ini akan memasuki era distruptive, siapa yang mampu beradaptasi, dialah yang akan hidup, sementara yang tak mampu akan hilang ditelan zaman. Waktu tak akan menunggu hingga kita siap, yang ada hanya kita menyiapkan diri sesuai dengan waktu yang ada, dan saat ini sudahkah kita siap memasuki era distruptive?

Waktu tak akan menunggu hingga kita siap, yang ada hanya kita menyiapkan diri sesuai waktu yang tersedia

Era disruptive yang penuh dengan ketidakpastian dan gangguan gangguan dapat ditaklukan dengan mimpi. Setiap usaha ataupun manusia pasti punya mimpi, jika Ia tidak punya mimpi berarti Ia telah mati, karena Ia tak lagi punya harapan serta tujuan. Mimpi yang dimaksud disini bukanlah mimpi bunga tidur, tetapi mimpi akan harapan di masa depan yang dalam bahasa inggris disebut dengan dream atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan visi.

Mimpi atau visi seperti layaknya bahan bakar. Ia menjadi motivasi pergerakan yang menjadi landasan mengapa Ia bergerak. Saat perjuangan kemerdekaan Indonesia, visi Bangsa Indonesia sangatlah jelas yaitu bagaimana memerdekakan Indonesia. Dan visi memerdekakan Indonesia menjadi semangat bagi seluruh pejuang di Indonesia.

Mimpi juga seperti target. Mimpi merupakan gambaran dari masa depan yang ingin dicapai, karena itu Ia menjadi target tujuan. Dengan mimpi, kita akan lebih mudah meniti jalan mencapainya, sama halnya dengan perjuangan kemerdekaan seperti sebelumnya. Target perjuangan adalah Indonesia merdeka 100 persen. Dengan target seperti itu, maka para pahlawan dapat menentukan langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk meraih kemerdekaan, mulai dari diplomasi internasional oleh pahlawan di luar negeri, gerakan bersenjata di dalam negeri melawan penjajah, membuat organisasi kerakyatan yang menjadi wadah masyarakat serta sampai dengan persiapan kemerdekaan Republik Indonesia.

Mimpi adalah bahan bakar sekaligus tujuan yang ingin dicapai.

Seperti itulah efek dari mimpi, menjadi bahan bakar juga target. Tanpa mimpi, kita akan melangkah tanpa arah yang jelas, seperti tersesat di hutan belantara. Seorang yang tak punya mimpi akan menebang pepohonan ke seluruh penjuru arah tanpa tujuan pasti, apakah menuju ke jurang, ke jalan keluar atau malah ke mulut buaya. Namun seorang pemimpin akan naik ke pohon yang paling tinggi dan melihat ke seluruh arah dan menentukan “Itu tujuan yang akan kita capai”. Maka indahnya bahasa Indonesia, menggabungkan pemimpi dengan huruf N, yang berarti N untuk Nyata, dan pemimpin bermakna pemimpi yang membuat mimpinya menjadi nyata.

Pemimpi(N)

N untuk Nyata

Namun, dengan mimpi tok saja tidak cukup menaklukan era disruptive, tetapi dibutuhan lebih dari sekedar mimpi yaitu visionary leadership atau kepemimpinan yang visioner.

Visioner merupakan salah satu karakter yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin, karena seorang pemimpin harus punya visi, tanpa visi Ia bukan seorang pemimpin. Dan “jualan” si pemimpin pada pengikutnya adalah mimpi (visi)-nya tersebut, dan visi pula yang membedakan pemimpin dan pengikut. Pemimpin menawarkan visi pada pengikut.

Visioner tidak sekedar punya visi saja, tapi jauh dari itu, visioner juga berarti kemampuan menghadapi masa depan. Jika visi hanya sekedar diucapkan saja maka Ia akan menjadi khayalan. Dan itulah yang membedakan pemimpi dan pemimpin yang terletak pada huruf n-nya, yang berarti Nyata.

Jika visi hanya menjadi sekedar ucapan tanpa aplikasi, maka visi tersebut akan menjadi khayalan saja

Visionary leadership merupakan proses pembelajaran jangka panjang, untuk mendapatkannya butuh waktu dan juga usaha. Terlebih di era disruptive, dengan bermimpi menjadi bahan bakar yang efektif .

Ciri khas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang visioner terutama di era disruptive adalah sebagai berikut:

  1. Wawasan luas ke depan

Seorang pemimpin visioner haruslah cerdas, Jikapun tidak menguasai berbagai macam hal, Ia harus menguasai trend yang akan sedang dan akan terjadi di masa depan. Terutama terkait dengan salah satu faktor terjadinya era disrupsi yaitu teknologi.

Dengan wawasan yang luas, Ia akan mampu memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan, dengan hal ini Ia dapat mencocokkan visinya dengan kemungkinan yang terjadi di masa depan.

  1. Peka terhadap perubahan zaman

Setelah mengetahui trend yang akan terjadi di masa depan, seorang pemimpin yang visioner harus terus sensitif terhadap segala sesuatu yang mempengaruhi perjalanan dunia ini.

Setiap kemungkinan dapat terjadi, dan bisa jadi apa yang terjadi di masa depan tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

Dengan kepekaan akan membuat seorang visionary leader menjadi lebih responsif, saat ada perubahan Ia segera bergerak dengan cepat menanggapi perubahan tersebut.

Elon Musk, seorang industrialis handal masa kini yan dikenal dengan The Real Iron Man responsif terhadap perubahan zaman dengan mengkomersilkan mobil listrik Tesla. Telah banyak industri otomotif yang me-research kendaraan berbahan listrik, namun belum ada yang mengomersilkannya, namun Elon Musk menyadari hal tersebut dan langsung memulainya. Dan hasilnya, Ia menjadi trendsetter di dunia kendaraan bahan bakar listrik.

  1. Problem Solver

Era disruptive ditunjang dengan dunia sosial yang tanpa batas melalui sosial media online seperti faccebook, youtube, instagram dan yang lainnya. Namun kecenderungan yang sering terjadi saat ini adalah semakin banyak orang yang suka ngoceh ketimbang menjadi problem sover.

Mudah saja membuktikannya, searching saja status atau postingan di sosial media dan baca komentar komentarnya, dan rata rata komentar yang tidak berisi. Apapun dikomentari dari hal yang paling sederhana sampai paling rumit. Dan hal ini terbawa ke dunia nyata, kebiasaan berkomentar akan menjadi kebiasaan negatif jika tidak dikelola dengan baik. Jika seseorang terbiasa berkomentar daripada memberi solusi maka Ia akan menjadi ToA nya masalah.

Namun seorang pemimpin yang visioner akan menjadi problem solver. Saat orang lain berkomentar, Ia langsung turun tangan menyelesaikan masalah tanpa perlu menunggu ada orang yang akan menyelesaikan atau berkomentar terlebih dahulu.

  1. Mampu menyederhanakan Visi menjadi Aksi

Visi yang tak bisa disederhanakan ke dalam aksi hanya akan menjadi khayalan saja. Visi yang telah dibuat oleh seorang pemimpin harus dapat Ia sederhanakan menjadi langkah langkah yang lebih kecil, sehingga mudah di laksanakan serta jelas progressnya.

Selain mempermudah proses, dengan menyederhanakan visi menjadi aksi akan membuat para pengikut mudah memahami visi si pemimpin.

Di era disrupsi, visi haruslah solid, jika Ia tak solid maka Ia akan terombang ambing. Namun langkah-langkah atau misi boleh dinamis sesuai dengan perubahan zaman, namun yang terpenting target target jangka pendek yang telah ditentukan tetap tercapai walaupun dengan langkah yang berbeda supaya progress kerja dapat terukur.

  1. Innovatif

Innovatif berarti memperharui dengan menambah nilai manfaat yang lebih besar pada produk atau jasa yang diciptakan.

Innovatif bukan meniru punya orang lain tetapi menciptakan apa yang belum pernah diciptakan oleh orang lain, seperti TV tanpa remote. Dulu sebelum adanya remote, kita akan kesusahan mengganti channel televisi dengan mendekat ke TV terlebih dahulu dan memencet tombol pada panel. Namun si pencipta remote sadar bahwa ini adalah masalah yang harus diselesaikan, dengan memakai galah seperti halnya di film Mr Bean masalah terselesaikan, tapi itu bukan innovasi karena manfaatnya tidak begitu luas. Dan si pencipta remote menciptakan remote TV untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Lima ciri di atas merupakan beberapa ciri visionary leader yang perlu diterapkan di era disruptive ini.

Era disruptive merupakan suatu keniscayaan yang akan kita lewati. Telah banyak contoh usaha bisnis yang berkembang dan juga yang jatuh. Dan kita sudah bisa menilai, seberapa tangguh kondisi kita saat ini dalam melewati era disruptive. Dan cara menilai serta mempersiapkannya adalah dengan mencocokkan lima diri visionary leader tersebut pada diri kita masing masing.

 

Mendengar Dengan Hati

Tuhan yang maha kuasa memberikan manusia dua telinga dan satu mulut supaya manusia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Namun yang terjadi sekarang justru sebaliknya, lebih banyak orang yang suka berbicara daripada mendengar. Sebagai contoh acara debat di televisi, semua pihak tak mau kalah berbicara, saling kekeuh dengan pendapatnya masing masing. Yang ini berbicara, yang itu juga ikut bicara, hasilnya?, Semua pihak hanya memaparkan argumennya saja tanpa mau mendengar argumen orang lain dan penonton hanya mendapat tontonan adu mulut masing-masing pihak yang berujung pada pertengkaran.

Tak hanya di televisi, dalam kehidupan sehari hari pun kita sering menemui hal tersebut bukan?. Seperti misalnya dalam hubungan suami istri. Saat si suami pulang kantor dan sampai di rumah dengan se abreg rasa capek di pundaknya, disambut dengan cerita panjang istrinya. Mulai dari tetangga beli kulkas baru sampai artis cerai, semuanya diceritakan pada sang suami. Dan yang lebih membuat si suami eneg, cerita sang istri merupakan cerita yang sudah diceritakan ke sekian kalinya. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana perasaan sang suami?

Atau seperti hubungan orang tua dan anak, khususnya anak remaja. Masa remaja merupakan masa yang sangat rentan, di masa tersebut mereka akan cenderung bergejolak serta tidak stabil dan di saat itulah orang tua harus berperan penting dalam mengawal anak mereka melewati masa-masa tersebut. Dalam masa itu, remaja akan menghadapi permasalahan-permasalahan pribadi, dan disaat mereka sedang mempunyai masalah, orang tua harus hadir sebagai sahabat bagi anak. Namun, ketika orang tua tak mampu mendengarkan keluh kesah anak, maka si anak akan mencari orang yang bisa mendengarkan mereka, Syukur jika mereka menemukan teman yang baik dan bisa mendengarkan keluh kesah mereka, tetapi bagaimana jika mereka menemukan orang yang salah, orang yang malah menjerumuskan mereka ke narkoba, pergaulan bebas pornografi. Dan semua itu berawal dari ketidakmampuan orang tua menjadi sahabat serta pendengar yang baik bagi anaknya.

Juga sering kita temui saat berbicara dengan sahabat atau kolega bisnis. Sembari kita berbicara, sahabat ataupun kolega bisnis yang menjadi lawan bicara tidak mendengarkan dengan baik apa apa yang kita bicarakan, Anda tentu pernah mengalami hal tersebut bukan?. Dan tentu, saat berada di posisi orang yang berbicara, kita pasti akan merasa kurang nyaman dan tidak semangat lagi berbicara.

Saya pernah mendapatkan training, dimana pada training tersebut dipraktikan dua orang pasangan, dimana yang satu berbicara dan yang satu nya lagi menjadi pendengar namun Ia berperan sebagai pendengar yang tidak baik; tidak fokus pada pembicara, dan sesekali bermain main dengan handphone-nya. Apa yang terjadi, ternyata dengan kondisi tersebut, si pembicara tidak bersemangat berbicara dan energinya malah turun bahkan si pembicara merasa kesal pada si pendengar. Dan bayangkan jika si pembicara tersebut adalah orang yang penting bagi kita , seperti suami/ istri, anak, orang tua, sahabat atau kolega bisnis Anda. Tentu hubungan Anda bisa rusak hanya karena tidak bisa menjadi pendengar yang baik.

Ketidakmampuan menjadi pendengar yang baik menjadi salah satu akar dari setiap hubungan, sederhana namun efeknya luar biasa. Dalam hubungan keluarga, pertemanan atau cinta, tentu ini akan sangat berpengaruh. Apalagi dalam dunia bisnis, tidak hanya merusak hubungan bisnis namun juga berdampak pada kerugian perusahaan. Seperti contoh inspirasi lagu Dave Carroll, seorang personil band indie asal Kanada. Saat turun dari pesawat United Airlines, Ia melihat gitarnya dipindahkan secara kasar oleh kru pesawat, dan Ia langsung melapor ke pramugari, namun tanggapan pramugari tidak sesuai dengan yang Dia harapkan. Saat Ia mengambil gitarnya, tentu saja, gitarnya yang bermerk taylor tersebut langsung rusak. Ia pun meminta penjelasan dan ganti rugi dari pihak maskapai, namun yang Ia dapatkan hanya kekesalan. Seperi yang orang bijak sampaikan, jangan pernah membuat seniman marah, karena jika engkau membuatnya marah, maka engkau akan abadi dalam karya-karyanya. Dan benar saja, kekesalan Dave Caroll Ia tumpahkan dalam bentuk karya musik yang berjudul United Breaks Guitar dan Ia post di youtube. Dan efeknya, United Airline merugi sebesar USD 180.000.000. Padahal hanya dengan menjadi pendengar yang baik bagi Dave Carroll serta mengeluarkan uang sebesar USD 3.500 saja untuk perbaikan gitarnya, United Airlines tidak akan mengalami kerugian sebesar itu. Yang nilainya sebanding 51.000 buah gitar. Luar biasa sekali efek dari ketidakmampuan menjadi pendengar yang baik.

Dan kunci dari masalah masalah diatas adalah kita harus mampu menjadi pendengar yang baik. Terkadang banyak yang menganggap mendengar hanya keahlian yang sederhana, padahal, faktanya mendengar aktif lebih sulit dibanding berbicara. Tidak percaya?, Coba kita mendengarkan obrolan orang lain dengan aktif tanpa teralihkan oleh aktivitas lain sedikit pun. Pasti akan sangat sulit. Karena berbicara lebih mudah ketimbang mendengar aktif.

Mendengar sebagai cara mendapatkan informasi

Mendengar merupakan salah satu cara mendapatkan informasi. Semakin pandai mendengar, semakin banyak mendapatkan informasi. Namun jika tidak pandai mendengar dengan baik, maka informasi yang akan didapatkan pasti akan sangat sedikit.

Informasi awal merupakan salah satu konten yang perlu dipenuhi dalam menyelesaikan masalah, maka semakin kaya informasi yang didapatkan maka solusi yang dihasilkan pun akan semakin baik dan semua itu tentu didapatkan melalui proses mendengar yang baik.

Mendengar sebagai akselerator/ pengangkat beban

2.jpg

Setiap kita tentu mempunyai masalah, dan terkadang kita sering menceritakannya kepada orang orang yang kita percaya. Setelah keluh kesah kita didengarkan oleh orang yang kita percaya, kita pasti akan merasa nyaman bukan?

Kita akan merasa nyaman jika orang yang kita percaya tersebut mendengarkan keluh kesah kita dengan antusias, jika mereka tidak mendengarkan dengan baik, tentu bukannya masalah kita sedikit menjadi lebih ringan tetapi kita akan lebih kesal lagi.

Saat perang sipil di Amerika, Abraham Lincoln menulis surat ke teman lamanya di Illinois; memintanya agar datang ke Washington karena ada beberapa permasalahan yang ingin dibahas. Setelah temannya sampai di Washington, Lincoln pun mulai berbicara menceritakan permasalah yang Ia hadapi, selama berjam-jam Ia terus bercerita dan temannya hanya mendengar dengan baik. Tak lama kemudian, Lincoln menjabat tangan sahabatnya tersebut dan memintanya kembali lagi ke Illinois. Padahal tak sepatah pendapat pun keluar dari mulut sahabatnya tersebut, namun sepertinya dengan berbicara pikirannya menjadi lebih jernih.

Lincoln tidak menginginkan saran dari temannya, dia hanya membutuhkan pendengar yang simpatik dan dapat dipercaya tempat dimana Ia bisa melepaskan beban yang Ia hadapi. Dan kadangkala hal itulah yang kita cari.

Dan menjadi pendengar yang baik juga menjadi pengangkat beban orang lain, bisa jadi orang tersebut rekan bisnis, sahabat atau bahkan orang yang paling kita cintai, tentu dengannya hubungan akan menjadi lebih erat.

Mendengar Untuk Memahami

Saat mendengarkan orang lain berbicara, kita sangat sulit sekali untuk bisa fokus dan memahami isi pembicaraan. Oleh karena itu, ada istilah feedback untuk memeriksa kebenaran informasi yang kita pahami. Hal hal tersebut tidak lain bertujuan untuk memahami apa yang lawan bicara sampaikan.

Sederhananya, analogi komunikasi antara receiver dan sender seperti berikut. Sender mempunyai suatu bangun ruang dalam otaknya (kubus, poligon, atau yang lainnya) dan Ia berusaha membuat receiver mempunyai bangun ruang yang sama dengan yang Ia bayangkan. Dan itulah sisi paling sulitnya. Mulai dari bentuknya seperti apa, ukurannya, warnanya sampai ke bagian paling detil.

Dalam bahasan pendengar yang baik, maka di posisi ini kita menjadi seorang receiver. Sebagai seorang receiver haruslah memastikan bangun ruang yang kita imajinasikan berbentuk sama dengan yang dibayangkan oleh sender termasuk detilnya. Dan untuk mencapai imajinasi yang sama, maka seorang receiver haruslah berusaha memahami sender termasuk memahami dari sudut pandang sender.

Mendengar haruslah dijadikan sebuah cara untuk melihat masalah dari perpektif orang yang didengarkan, sederhananya mendengar adalah memahami lawan bicara. Memahami cara pandang Ia terhadap suatu masalah dan dari perspektif mana Ia memandang. Saat mendengar, kita sebaiknya berusaha memahami perspektif tersebut terlebih dahulu.

Perspektif membentuk cara pandang, perspektif dihasilkan dari karakter pribadi. Dengan kita memahami cara pandang dan perspektif orang lain, maka kita secara tidak langsung akan memahami karakter seseorang. Dan hal inilah yang sangat jarang kita aplikasikan. Kadangkali kita mendengar untuk menyerang orang lain, memperhatikan kata demi kata untuk menemukan titik serang.

Mari Mendengar 😀

Mendengar tapi tidak mendengarkan, itulah yang banyak terjadi hari ini. Kita di distract oleh gadget-gadget kita saat berkomunikasi dengan orang lain, saat sahabat kita berbicara kita kadang asyik sendiri memainkan gadget yang menempel kuat di tangan. Saat itu kita mendengar, tapi tidak mendengarkan bukan?. Tak akan rugi jika kita meletakkan handphone sebentar saja hanya untuk sekedar memperhatikan sahabat kita berbicara.

Mendengar merupakan salah satu cara menerima informasi menggunakan indera pendengaran yaitu telinga. Namun untuk mendengar tidak bisa dengan hanya menggunakan telinga saja tetapi juga hati. Ketiadaan hati saat mendengar sama juga seperti masakan tanpa garam. Saat mendengar, hadirkanlah hati disana.

Mendengar dengan mendapatkan informasi untuk memahami lawan bicara dengan hati sehingga mampu membuat orang lain nyaman dan beban mereka terangkat sehingga hubungan anda dengan orang lain dapat berjalan dengan baik.

Saat anak berbicara maka dengarlah dengan hati, saat istri/ suami berbicara dengar juga dengan hati termasuk saat rekan bisnis berbicara pun harus didengar dengan hati, supaya hubungan dapat terbangun dengan kuat.

Jadi, siapkah Anda untuk menjadi pendengar yang baik?

Hate Speech

Jika tulisan ini adalah hate speech, maka benar, tulisan ini adalah kebencian, kebencian pada sikap fitnah keji tanpa data, kebencian pada pemutar balik logika rakyat, kebencian pada perusak ke-bhinekaan bangsa yang mengatasnamakan kebhinekaan, kebencian pada yang mentoleransi sikap intoleran.

Gerakan iman tidak akan dapat di analisa dengan nalar, Ia gerakan hati

Semangat apa yang menggelorakan api perjuangan pahlawan-pahlawan kemerdekaan bangsa Indonesia dahulu?
Pahlawan-pahlawan yang rela menggadaikan harta dan jiwanya demi tegaknya bendera merah putih,
Apakah mereka di iming imingi uang Rp. 500.000 untuk memerdekakan bangsa ini?

Kemerdekaan ini tak rela mereka gadaikan dengan sepeser pun uang, bahkan diberi kemerdekaan pun mereka tak sudi, karena mereka yakin kemerdekaan harus di rebut, karena disitu letak harga diri bangsa Indonesia.

Slogan mereka adalah merdeka atau mati bukan merdeka atau Rp. 500.000.

Jika ada pendapat yang mengatakan bahwa orang orang yang turun ke jalan di bayar Rp. 500.000, tunjukkanlah dengan data dan fakta, Indonesia punya hukum yang adil, punya hakim hakim yang bijaksana, sekarang sampaikanlah pada mereka, agar jelas apa yang dituduhkan layak untuk dipertarungkan di medan laga bukan dipertarungkan antar mulut mulut kosong tanpa isi.

Bertarunglah di arena yang adil layaknya seorang petarung, bukan banyak omong di media seperti tong kosong.

Ini bukanlah tulisan kebencian pada orang, bukanlah kebencian pada ras, suku bangsa ataupun agama. Tapi ini adalah kebencian pada sifat dan sikap yang menjadi virus perusak bangsa.

Teko akan mengeluarkan air yang ada di dalamnya, jika didalamnya air teh, maka yang keluar pasti teh juga, jika didalamnya air comberan maka yang akan keluar adalah air comberan, dan jika yang keluar adalah tai, goblok, maling, fitnah maka Anda sudah pasti tahu apa isi di “dalamnya”

Saran untuk kita semua mengenai adab berbicara.
Berbicaralah yang baik atau diam!!!

Belajar Parenting Sejak Hari Ini

Urgensi Keluarga Dalam Pembangunan Bangsa

Keluarga adalah organisasi terkecil sekaligus pilar terpenting sebuah Negara. Secara komposisi, keluarga merupakan unit terkecil dalam struktur masyarakat sesuai dengan UU No. 10/ 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (BKKBN, 1992).

Keluarga yang baik membentuk masyarakat yang baik, dan masyarakat yang baik membentuk Negara yang baik. Bahkan lebih dari itu, keluarga adalah pondasi dasar pembangun sebuah peradaban. Membangun keluarga berarti membangun peradaban.

Keluarga juga dapat disebut sebagai produsen utama manusia. Dari keluarga akan lahir anak-anak serta keturunan yang akan menambah jumlah sumber daya manusia suatu negara. Maka untuk membentuk calon penerus bangsa di masa depan, harus dipersiapkan saat membentuk keluarga.

Menciptakan keluarga yang harmonis dan berkarakter akan menjadi bibit-bibit dasar pembangun Negara di masa depan, karena dari keluargalah pemimpin bangsa lahir. Pemimpin bangsa tidak lahir dari campcamp pelatihan yang berat, bukan dari kampus-kampus atau hutan belantara, tetapi setiap pemimpin selalu lahir dari keluarga. Keluarga yang berakhlak akan membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak.

Untuk memenuhi hal tersebut, maka sudah sewajibnya penanggung jawab keluarga dalam hal ini ayah dan ibu haruslah memiliki kapabilitas dalam membentuk keluarga yang berakhlak. Tanggung jawab pembentukan karakter keluarga sudah seharusnya berada ditangan ayah dan ibu sebagai orang tua. Mereka harus mampu membuat sistem pendidikan yang baik di keluarga.

Awal dari terbentuknya satu keluarga dimulai dari adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bersepakat mengikat janji pernikahan. Pernikahan bukan hanya sekedar pemenuhan hasrat seksual yang merupakan fitrah manusia, namun di dalamnya juga terdapat tanggung jawab. Tanggung jawab atas keluarga yang dibentuk hingga tanggung jawab akan masa depan anak anak yang dilahirkan.

Secara fungsinya, berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB, “Keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.

Tugas dan tanggung jawab dalam mencapai keluarga sejahtera berada di tangan Ayah dan Ibu, bukan pada salah satunya, melainkan saling berbagi peran tanggung jawab. Oleh karena itu, pembentukan keluarga berkarakter memerlukan kolaborasi positif dari suami dan istri.

Kolaborasi itu terjewantahkan dalam bentuk visi dan misi keluarga yang akan dibentuk. Seperti yang telah disampaikan di awal bahwa keluarga adalah organisasi terkecil sebuah Negara, maka dalam pelaksanaannya haruslah dilakukan sebagaimana sebuah organisasi dijalankan, dimana ada visi dan misi di dalamnya.

Setiap individu harus memiliki visi dan misi keluarga yang akan dibentuk. Dan berkeluarga adalah mencari pasangan dengan visi yang searah serta misi yang sejalan sehingga adanya kolaborasi positif melalui pernikahan akan mempercepat laju pencapaian visi tersebut.

Pembekalan ilmu sebagai seorang Ayah dan Ibu

Setiap pasangan yang baru menikah, pastilah menginginkan anak anak yang berakhlak dan cerdas. Membentuk anak yang cerdas dan berkarakter tidak semudah membalikkan telapak tangan, ada proses panjang didalamnya.

Jika di analogikan posisi ayah dan ibu sebagai suatu profesi, sebagaimana profesi  lainnya seperti insinyur, dokter, polisi, maka profesi ayah dan ibu haruslah dipersiapkan sedini mungkin bahkan sejak si ayah dan ibu tersebut belum menikah. Gelar ayah dan ibu memang didapatkan saat si anak lahir namun keahlian/skill seorang ayah tidak ujugujug langsung didapatkan saat si anak lahir. Ada proses “menjadi” di dalamnya.

Menjadi orang tua haruslah dipelajari dan diasah, tentang bagaimana mendidik anak, mengetahui umur-umur produktif anak serta hal-hal lainnya harus sudah diketahui oleh seorang calon suami atau istri, agar tidak mulai belajar justru pada saat si anak lahir.

Seorang yang bercita-cita menjadi dokter pastilah akan mempersiapkan fisik dan mentalnya sebagai seorang dokter jauh-jauh hari sebelumnya, bahkan bertahun-tahun mempersiapkannya, mulai dari rajin belajar matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, fisika, kimia, dan biologi agar dapat lulus di fakultas kedokteran. Bahkan setelah masuk di fakultas kedokteran masih harus mempelajari perkuliahan dan praktik kedokteran dengan giat supaya dapat meraih gelar dokter dengan nilai yang baik yang nantinya akan menghasilkan dokter yang hebat.

Maka profesi seorang ayah atau seorang ibu haruslah juga dipersiapkan seperti mempersiapkan profesi seorang dokter bahkan harus lebih karena anak-anak akan menjadi tanggung jawab seorang ayah dan ibu dalam keluarga baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Profesi Ayah atau Ibu bukanlah profesi yang rendah, terutama seorang ibu. Banyak ditemukan hari ini bahwa profesi seorang ibu adalah profesi yang rendah, yang urusannya hanya seputar kasur, sumur dan dapur saja. Profesi seorang ibu adalah profesi yang mulia, profesi yang lebih tinggi dari profesi-profesi lainnya. Profesi dimana surga berada di kakinya, yang membuat  derajatnya tiga kali lebih tinggi dari seorang ayah, profesi yang melahirkan profesi-profesi lainnya. Maka menjadi seorang ibu adalah sebuah anugerah.

Pun dengan peran seorang Ayah, tidak melulu sekedar mencari nafkah lalu membiarkan Ibu mengerjakan semua pekerjaan rumah. Sebab tanggung jawab rumah adalah tanggung jawab bersama, maka Ayah dan Ibu sudah seharusnya saling berbagi peran, saling membantu dan bekerja sama agar terciptanya keharmonisan keluarga.

Bahkan tanggung jawab mendidik anak tetap berada di tangan ayah dan ibu. Walaupun saat ini sangat banyak sekolah-sekolah play group, baby sitter, pesantren dan lembaga pendidikan lainnya, hal itu tetap tidak akan bisa menggantikan fungsi ayah dan ibu sebagai pendidik utama anak-anak di keluarga. Oleh karena itu ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa ibu adalah sekolah utama dan pertama bagi seorang anak, dan ayah adalah kepala sekolahnya.

Pentingnya Pendidikan Parenting pada Pemuda

99.9 persen manusia pastilah memiliki keinginan untuk menikah, dan dari pernikahan tersebut tentu menginginkan lahirnya anak-anak yang cerdas serta berakhlak. Artinya, hampir setiap orang di muka bumi ini akan berprofesi sebagai ayah dan ibu. Apakah mereka itu dokter, polisi, insinyur dan lain lain, yang pasti dibalik semua profesi tersebut mereka pasti akan atau telah menjadi seorang ayah dan ibu. Dengan satu keniscayaan tersebut, maka sangat penting bagi setiap insan muda untuk mempersiapkan dirinya sebagai orang tua.

Menjadi orang tua tanpa bekal ilmu parenting sama saja seperti menjadi seorang dokter tanpa belajar ilmu kedokteran. Jika dokter tersebut mendapat pasien tentu pasien bisa saja meninggal dunia. Hal tersebut juga berlaku untuk profesi orang tua, menjadi orang tua tanpa bekal ilmu parenting tentu keluarga akan berantakan dan berakibat anak akan salah pendidikan.

Mempersiapkan diri menjadi orang tua harus dimulai sejak kecil. Sejak anak-anak mulai beranjak dewasa karena mereka akan menjadi orang tua di masa depan. Ada tantangan dan tanggung jawab besar di tangan mereka, karenanya orang tua harus menyiapkan otak dan pundak yang kuat untuk memikulnya.

Seorang Ayah atau Ibu harus memiliki ilmu sebagai Ayah dan Ibu juga, karena apabila sesuatu dipegang oleh orang yang tidak memiliki ilmu, maka tunggulah kehancurannya. Dan apabila profesi Ayah dan Ibu diawali tanpa ilmu, maka tunggulah waktu kehancuran keluarganya.

Belajar menjadi Ayah atau Ibu seperti sekali dayung dua tiga lampau pulau terlampaui. Dengan belajar menjadi Ayah dan Ibu berarti sekaligus belajar meng-upgrade karakter diri menjadi lebih baik. Pembelajaran terbaik untuk anak adalah memberikan contoh langsung oleh Ayah atau Ibu, maka dengan belajar menjadi Ayah dan Ibu sekaligus mengasah karakter diri menjadi lebih baik, juga mengasah anak berakhlak baik.

Tak ada kata terlambat untuk belajar. Untuk masa depan yang lebih baik, untuk masa depan negara yang cemerlang serta untuk peradaban yang lebih berakhlak dapat dimulai dari saat ini, dengan belajar ilmu-ilmu parenting. Mempersiapkan anak-anak yang cerdas dan berkarakter berarti menciptakan dunia yang indah bagi mereka di masa depan. Sayangi anak dengan mempelajari ilmu parenting.

Oleh

Rahim Isnan Al Hilman

Kepala Bidang Riset dan Kajian ASA Muda Indonesia

Bicara Dari Hati

1477660624469Salah satu hal yang paling sulit dalam public speaking adalah bagaimana menarik perhatian audience agar memperhatikan apa yang disampaikan public speaker. Beda orang, beda pula metodenya, ada yang menggunakan aksi-aksi lucu, guyonan guyonan menggelitik, penampilan yang atraktif, keluasan ilmu dan wawasan serta berbagai macam metode lainnya. Dari sekian banyak metode tersebut, semuanya bergantung pada si pembicara, metode mana yang nyaman digunakan serta mampu menarik perhatian audience.

Namun, satu hal yang pasti. Semua metode tersebut tak akan dapat berjalan dengan baik jika si Pembicara tidak mampu menghadirkan rasa kepeduliannya, rasa cintanya, ketulusannya pada audience.

  “Nobody cares how much you know until they know how much you care.” Teddy Roosevelt

Seorang public speaker harus mampu menghadirkan rasa ketulusan saat berbicara di depan umum, dengan itu Ia akan mampu menyentuh hati para audience. Jika kita putar ulang kembali video-video orasi/ public speaking Marthin Luther King, Soekarno, Bung Tomo dan sederetan Public Speaker hebat dunia lainnya, kita akan mampu merasakan bahwa hati mereka hadir di tiap untaian kata yang mereka ucapkan.

Memang memunculkan rasa ketulusan pada audience tidaklah mudah, terlebih lagi banyak hal yang perlu diatasi sebelumnya seperti rasa percaya diri, keberanian untuk tampil, penguasaan konten materi, beradaptasi dengan peralatan dan ruangan serta berbagai macam hal lainnya.

Saat berbicara di depan audience, berbicaralah seakan akan kita berbicara dengan orang yang paling kita cintai. Bicaralah seakan-akan kita sangat menginginkan pesan yang kita sampaikan menjadi kebaikan bagi setiap audience. Salurkan rasa cinta dan ketulusan pada setiap gerak gerik, tingkah polah, tatapan mata serta senyuman, sehingga isi pembicaraan kita akan dengan mudah masuk ke hati audience.

“Brains are like hearts. They go where they are appreciated”. Robert McNamara

Tatapan mata, cara penyampaian, gerak tubuh hanya media perantara saja, namun pesan utamanya tetap pesan cinta dan ketulusan yang bersumber dari hati sanubari paling dalam. Tanpa adanya pesan cinta, pembicaraan akan kosong tanpa rasa. Akan sangat mudah membedakan mana yang berbicara dari hati mana yang tidak.

Dalam sudut pandang seorang public speaker, audience adalah bintangnya. Tujuan seorang public speaker berbicara adalah untuk audience. Tunjukkan ketertarikan pada audience, buat audience layaknya seorang bintang, dengan begitu mereka akan tertarik.

 “You can make more friends in two months by showing interest in others than you can in two years by trying to get others interested in you.” Dale Carnegie

Kita dapat belajar dari Patch Adams yang kisah hidupnya di-film-kan dengan judul yang sama. Film yang diperankan Robin William ini berkisah tentang seorang Patch Adams yang mencari tujuan hidup, hingga akhirnya Ia bertekad untuk menjadi dokter yang hebat. Dalam perjalanannya menjadi dokter, Ia melawan arus normal dokter kebanyakan, segala macam protokol kedokteran Ia terobos dengan caranya sendiri, yaitu cara-cara yang memanusiakan manusia, cara-cara mengobati manusia dengan hati dan perasaan. Ciri khas Patch Adams yang berbeda dari dokter kebanyakan adalah caranya berkomunikasi dengan pasien, Ia selalu berkomunikasi dengan frekuensi yang sama dengan pasien, Ia menyesuaikan frekuensi dirinya dengan pasien agar tercipta koneksi yang kuat. Patch Adams mengajarkan kita bahwa keluasan ilmu saja tidak cukup untuk dapat mengobati orang lain. Perlu rasa peduli, cinta yang tulus, keinginan lawan bicara mendapat kebaikan. Dan jika kita aplikasikan dalam dunia public speaking, maka berbicaralah dari hati dan dengan hati, supaya apa yang kita sampaikan akan sampai pula ke hati.

 Apa yang disampaikan dari hati, maka akan sampai ke hati